Penelitian ini bertujuan untuk melakukan survei lapangan dan mengumpulkan data berkaitan dengan keberadaan populasi pygmoid di masa lalu di kawasan Flores, khususnya di Manggarai Raya (Manggarai Barat, Manggarai dan Manggarai Timur). Penelitiannya berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan di Flores yang menghasilkan temuan Homo floresiensis. Metode yang digunakan adalah mengumpulkan data foklore, yakni cerita-cerita masyarakat lokal, yang diceritakan dari generasi ke generasi, tentang sosok orang kerdil (pygmoid) dalam etnohistorisnya. Deep interview dalam pendekatan etnografis sebagai perangkat penelitian itu berhasil mngumpulkan beragam cerita keberadaan mereka dalam beragam versi oleh beragam informan. Dari cerita yang terkumpul itu ada benang merah yang jelas, yakni sosok Ngiung, yang digambarkan sebagai makhluk atau sosok berbadan kecil dan pendek, berbulu lebat, hidup berkelompok dan bersembunyi di hutan, cenderung menghindar dari manusia dan seringkali berkonflik dengan penduduk desa karena kebiasaannya yang mencuri bahan pangannya.
Foklore Ngiung ini keberadaannya paling umum di masyarakat Elar, Manggarai Timur. Tim penelitian ini mengkosentrasikan penelitiannya di sini. Hampir setiap penduduk yang dijumpai menceritakan dengan riang tentang Ngiung itu. Mereka juga memastikan bahwa ada kuburannya di bukit sebelah tenggara desa. Oleh karena itu Tim melakukan wawancara dan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat Elar. Tuang Teno (kepala adat) bisa menerima argumentasi Tim untuk melakukan penelitian intensif di kuburan itu dan di lokasi kampung lama mereka.
Survei lanjutan adalah melakukan pengamatan seksama di kedua situs tersebut untuk mendapatkan informasi lapangan, khususnya yang berkaitan dengan potensi paleoantropologis dan arkeologisnya. Beberapa syarat diamanatkan kepala adat kepada Tim jika akan melakukan ekskavasi, yakni tersedianya babi dan kerbau merah untuk keperluan upacaranya. Di sini metode penelitiannya berlanjut ke metode arkeologis dan paleoantropologis.
Penelitian berikutnya mensurvei gua-gua yang ada di sekitar Elar, yang barangkali berpotensi untuk melihat koneksi denga keberadaan Ngiung itu berdasarkan foklore setempat. Salah satu yang dianggap penting adalah sebuah gua di sebelah selatan permukiman mereka. Medan yang relatif berat untuk meneju ke sana karena hanya berupa jalan setapak yang benembus kebun, belukar, hutan, ngarai dan menyeberangi beberapa sungai. Hasil survei potensi geologis dan arkeologis gua tersebut mengindikasikan potensi yang sangat minimal tinggalan paleoantropologis dan arkeologisnya. Di sini Tim memutuskan untuk mengabaikan gua tersebut.
Minggu kedua survei, untuk mengetahui koneksitas dengan situs-situs dan lingkungan sekitarnya, maka Tim melakukan survei di kawasan utara, dari Manggarai sampai Manggarai Timur, yang memebentang dari Ruteng sampai Pota sepanjang sekitar 100 km. Menelusuri beberapa sungai dan keberadaan gua di Reok sampai Sambi Rampas. Di Wae Reo, Tim menelusuri dan mengamati singkapan teras-teras sungainya.
Penelusuran di bagian utara Flores, berlanjut ke Kabupaten Ngada, untuk melakukan survei potensi gua di Wangka, di mana gua ini kaya akan rock art di dindingnya. Pengamatan geologis dan arkeologisnya masih memungkinkan untuk melakukan ekskavasi, khususnya di bagian mulutnya walaupun dengan luasan yang terbatas karena kondisi lereng yang relatif curam.
Survei itu dalam rangka kolaborasi ekskavasi paleoantropologi antara Departemen Arkeologi FISIP Universitas Airlangga dengan School of Archaeology and Anthropology, Australian National University. Tim penelitian ini melibatkan beberapa ahli antropologi, paleoantropologi, paleontologi dan arkeologi. Survei itu terlaksana pada 16 – 27 Mei 2016.
Berdasarkan hasil suvei itu, dengan mempertimbangkan beragam aspek, Tim memutuskan untuk melakukan penelitian atnoarkeologis dan paleoantropologis di Elar, Manggarai Timur. Rencana penelitiannya di antara Juli sampai Agutus 2016 ini.
Recent Comments