Secara sederhana dalam perbincangan awam alis itu rambut di atas mata. Karena dianggap sebagai bagian dari regio mata, maka banyak orang yang menegaskan sebagai alis mata. Bagaimana jika mata tanpa alis? Jika kita berkacamata manusia sentris, kita akan lantang menjawab: “Alis itu sangat penting dalam kehidupan sehari-hari!” Tentu di antara kita bisa bereaktif menyolot: “Manusia tanpa alis itu seperti ikan!” Ya memang banyak hewan tidak perlu alis untuk dapat hidup. Ikan bandeng, tawes, mujair, tombro, cakalang, kepiting, kerang dan sejenisnya tidak butuh alis. Mungkin saja di sini ada pembaca yang nyeletuk iseng: ”Ikan tahu, tempe dan bakwan sayur juga tidak perlu alis!”
Alis adalah area rambut pendek di atas mata yang mengikuti bentuk arcus superciliaris Pada manusia purba disebut sebagai torus supraorbitalis. Orang awam dapat menterjemahkannya sebagai bubungan atau tonjolan memanjang di atas mata pada beberapa Mammalia. Arcus superciliaris itu berupa nodul atau krista tulang yang terletak pada tulang frontal tengkorak (dahi). Ini membentuk suatu area pemisah antara bagian dahi (squama frontalis) dan atap rongga mata (pars orbitalis). Biasanya, pada manusia, bubungan tulang dan alis di atas setiap mata itu menawarkan perlindungan mekanis, yang mana fungsi utamanya adalah untuk mencegah keringat, air dan kotoran (debu dan mikroorganisme) lainnya jatuh ke rongga mata.
Alis manusia berevolusi. Kelompok manusia purba yang paling purba beralis sangat tebal. Kelompok manusia purba berikutnya berangsur-angsur makin menipiskan alisnya. Kondisi ini juga berlaku pada rambut badannya. Makin lebat rambutnya makin purba. Beberapa ilmuwan dengan menggunakan pendekatan anatomi dan etologi kera, menduga bahwa alis dapat berfungsi untuk menunjukkan dominasi sosial. Boleh jadi makin tebal dan lebat alisnya bisa makin sangar tampangnya!
Charles Darwin pun pernah terkesima dengan beragamnya bentuk alis ini terkait fungsi sosialnya. Boleh jadi pada manusia, mereduksinya tonjolan memanjang atau bubungan alis dari torus supraorbitalis ke arcus superciliaris mungkin berarti terlihat kurang mengintimidasi. Tetapi dengan berkembang dahinya ke bentuk yang makin lebih tegak, spesies kita dapat melakukan sesuatu yang sangat tidak biasa – menggerakkan alis dengan segala cara yang halus dan penting. Meskipun hilangnya tonjolan alis ini mungkin awalnya didorong oleh perubahan volume otak atau makin imut wajah kita, hal itu kemudian memungkinkan alis kita makin mampu membuat banyak gerakan sebagai tanda atau pelengkap komunikasi oral kita.
Banyak pakar biologi manusia atau antropologi biologis menunjukkan perubahan-perubahan yang mencolok pada wajah manusia ini terjadi pada saat munculnya perubahan-perubahan kultural/ sosial yang sangat mencolok. Mereka juga mengamati makin intensifnya kerjasama di antara kelompok-kelompok manusia yang makin berkerabat jauh. Ini adalah saat ketika kelompok manusia modern mulai bertukar hadiah di wilayah yang luas. Boleh jadi sekelompok manusia purba dan kuno makin mampu menciptakan kerjasama dan persahabatan yang lebih jauh dengan kelompok manusia purba dan kuno lainnya untuk membantu menjajah lingkungan baru – karena mereka telah memiliki teman yang dapat mereka andalkan untuk bekerjasama di lingkungan baru. Berikutnya manusia modern juga hidup dalam kelompok yang lebih besar dan lebih beragam daripada spesies sebelumnya. Jadi dampak dari kerjasama yang bersahabat dan saling mendukung dengan orang-orang di luar kelompoknya sendiri makin lebih luas. Di sini dalam konteks alis, perkembangan gerakan alis mungkin menjadi bagian penting dari semua perubahan itu. Perubahan ini tidak hanya eksklusif untuk manusia. Dalam beberapa hal yang serupa, kita dapat mengamati perkembangan yang terlihat saat srigala didomestikasi atau dijinakkan. Anjing memiliki ekor yang lebih bergoyang dan wajah yang lebih datar daripada srigala. Anjing yang mampu terlihat lebih mengesankan (manis?) dengan mengangkat alisnya lebih mungkin untuk dipilih dari tempat penampungannya oleh tuan adopsinya. Tampaknya bagi manusia (dan anjing), bisa bergaul dengan orang lain adalah kunci untuk bertahan hidup. Tentulah bagi nenek moyang kita, evolusi alis memiliki fungsi penting dalam mengekspresikan “keramahan”. Semuanya merupakan bagian dari proses “menjinakkan diri sendiri” – di mana otak, badan, dan bahkan morfologi manusia itu mencerminkan dorongan untuk menjadi lebih baik dengan orang-orang di sekitarnya. Tegasnya alis itu penting untuk ekspresi (emosi) wajah dan komunikasi manusia.
Berdasarkan asal-usul bentuk alis, saya membagi menjadi alis morfologis dan alis kultural. Alis morfologis ini diperoleh seseorang sejak masa perkembangan janinnya di dalam rahim ibu biologisnya. Bentuk alis ini mewarisi bentuk alis kedua orang tua biologisnya. Orang tua biologisnya mewarisi dari orang tua biologisnya. Bentuk alis itu fenotipe. Fenotipe itu pertautan di antara gena dan lingkungannya. Walaupun tidak sangat persis sama seperti DNA dan karakteristik dermatoglifi (sidik jari tangan, telapak tangan, jari kaki, telapak kaki, bibir dan palatum), morfologi badan seorang anak mengesankan perpaduan di antara badan kedua orang tua biologisnya.
Alis kultural adalah modifikasi alis dengan tujuan untuk imej badan. Bisa sebagai ekspresi estetika. Di sini alis dipersepsi sebagai ekspresi (emosi) wajah dan komunikasi. Orang yang beralis sangat tebal, menggerakkan kedua alisnya ke atas dengan ragam tingkatan ekspresi, bisa mengesankan seperti orang terkejut, tertegun bahkan marah. Modifikasi alis dapat meliputi pemangkasan, penebalan, dan perubahan alis. Ada yang memangkas alisnya karena dianggap terlalu tebal. Sebaliknya, ada yang menganggap alisnya terlalu tipis sehingga perlu untuk ditumbuhkan lebih lebat. Ada yang menegaskan tebalnya dengan pensil alis. Ada yang menegaskan tebalnya dengan tattoo. Ada yang mengubah bentuk alisnya relatif berbeda dengan alis morfologisnya untuk menunjukkan ekpresi diri. Terkesan makin mempesonalah!
Ragam alis – sebagai bagian dari karakteristik-karakteristik pada badan manusia – dapat menjadi bagian dalam identifikasi manusia atau forensik.
Oleh : Rusyad Adi Suriyanto, M.Hum.
Recent Comments