Ngobrol tentang gigi tentu banyak orang tahu, namun juga banyak yang tidak paham dalam beberapa aspeknya. Saat kita anak-anak sering mendengar himbauan dari ibu kita: “Jangan lupa sikat gigi jelang tidur, ya Nak?” Saat itu ada di antara kita yang antuasias dengan dongeng Peri Gigi. Saat itu ada di antara kita tersipu malu karena diledek punya gigi kelinci. Saat itu ada pula di antara kita yang pernah melempar gigi tanggalnya ke atas genting rumahnya.
Gigi adalah material biologis yang paling kuat dan awet pada badan kita karena terlapis atau terlindungi oleh email. Dengan ungkapan lain email gigi merupakan lapisan sangat keras dan paling luar gigi yang melindungi bagian-bagian lain di lapisan lebih dalamnya. Email adalah pertahanan pertama dan utama gigi terhadap zat-zat yang dapat merusaknya, seperti asam dari makanan dan minuman, kuman dan bakteri. Di sisi lain gigi dan mulut bukan hanya organ anatomis-biologis, namun juga boleh dianggap sebagai organ sosio-kultural. Tak heran jika banyak orang – dari zaman kuno sampai saat ini – memodifikasinya (dan menghiasinya) untuk beragam tujuan. Ada bibir digincu. Ada bibir dan lidah ditindik. Ada gigi dihias berlian atau beragam batu mulia. Ada gigi diwarna kehitaman. Ada gigi diruncingkan seperti gigi hewan reptil, ditajamkan seperti bilah pisau, diukir seperti bentuk bunga, dipatahkan bahkan dicabut. Organ gigi dan mulut menjadi makin semarak dalam praktek kebudayaan.
Gigi manusia – suka atau tidak – berawal dari gigi reptil di masa lampau. Gigi kita adalah warisan gigi reptil yang telah berevolusi dari ratusan juta tahun yang lalu. Apakah anda sudah berterima kasih kepada nenek moyang reptil yang telah mewariskan morfologi dasar gigi anda? Gigi kita berpola bunodont. Suatu morfologi gigi di mana permukaan oklusal mahkota gigi premolar (gaham) dan molar (geraham)-nya berbentuk seperti conus atau gundukan. Ya permukaan oklusal gigi itu seperti gambaran rangkaian perbukitan dan lembahnya. Jika gigi-gigi rahang atas dan bawahnya itu saling bertemu seperti roda mesin bergerigi yang saling bertemu. Klop! Mereka bertugas untuk melumatkan atau menghaluskan makanan di mulut kita. Jika anda mengalami gangguan atau penyakit pada molar anda atau bahkan gigi molar itu telah tanggal, maka makanan yang masuk ke saluran percernaan anda masih sangat kasar. Tentu konsekuensi itu ditanggung oleh organ pencernaan anda, selanjutnya ke badan anda secara keseluruhan. Gangguan pada satu sub-sistem berpengaruh pada keseluruhan sistem.
Gigi merekam beragam aspek biologis dan sosio-kultural si empunya. Rekaman aspek biologisnya dapat meliputi umur, jenis kelamin, afiliasi rasial, golongan darah dan genealogis DNA. Setiap pertambahan umur kita terekam pada gigi kita. Kita dapat mengetahui umur seseorang dari jadwal erupsi dan keausan permukaan mahkota giginya. Secara genetis laki-laki dan perempuan itu berbeda; oleh karena itu manifestasi fenotipenya juga menunjukkan perbedaan, termasuk pada aparatus-aparatus mulut dan giginya.
Melalui analisis gigi dimungkinkan untuk mempelajari dimorfisme seksual seseorang dari pola perkembangan dan erupsi gigi, ekspresi protein (amelogenin), morfologi gigi dan dimensi ukuran-ukuran giginya. Jadwal erupsi gigi di antara individu laki-laki dan perempuan dipengaruhi pertumbuhan dan perkembangan badan yang bersifat dimorfisme seksual yang dipengaruhi faktor genetis. Dimorfisme seksual morfologi rahang bawah (mandibula) dapat diamati pada ramus mandibularis, corpus mandibularis, angulus mandibularis, processus coronoideus, processus condoloydeus, mentale dan spina mentalis. Gigi seri (incisivus) perempuan memiliki lebih banyak morfologi oval dan membundar, sedangkan pada laki-laki mendominasi morfologi oval dan persegi. Gigi taring diduga masih memperlihatkan fungsi evolutif yang relatif masih dapat diamati pada permukaan oklusalnya yang lebih jelas pada individu laki-laki, sedangkan pada gigi-gigi premolar dan molar tidak ada perbedaan yang signifikan.
Karakteristik-karakteristik rasial seseorang dapat diamati pada organ gigi dan mulutnya. Kita dapat mengamati pada alveolar, pola gigi-gigi anterior, arcus dentalis, sutura palatina transversal, incisivus maxilla, asesoris permukaan oklusal, jarak atau ruang di antara gigi dan profil wajah (vicerocranium) bawah.
Aspek kultural atau perilaku dapat terekam pada gigi. Rekaman aspek sosio-kultuaralnya dapat meliputi modifikasi gigi kultural dan kebiasaan menggunakan gigi terkait pekerjaan rutin. Indonesia memiliki beragam etnis dengan beragam modifikasi giginya. Modifikasi itu dapat terkait dengan ritus inisiasi (siklus hidup) yang meliputi kedewasaan, perkawinan dan kematian. Banyak ditemukan beragam modifikasi gigi pada temuan-temuan manusia kuno dari masa Neolitik di Indonesia. Kita masih dapat menyaksikan modifikasi gigi itu pada masa kini di Indonesia – khususnya pangur gigi (dental filing) – misalnya masyarakat etnik Bali, Nias, Mentawai, Dayak dan beberapa etnik lainnya. Praktek pangur gigi juga dapat disaksikan pada panel relief di Borobudur. Beberapa masyarakat etnik di Indonesia masih mempratekkan kebiasaan mengunyah sirih pinang – bahkan banyak pakar kesehatan gigi dan mulut yang menyetujui adanya manfaat antiseptik dalam bahan sirih pinang dengan batasannya. Aspek ini juga meliputi gigi tiruan dan materialnya, serta asesoris gigi. Penduduk kuno Amerika Latin telah mengenal tradisi menghiasi giginya dengan beragam batu mulia semacam intan, sapir dlsb. Penduduk kuno Afrika, Asia dan Pasifik mempunyai beragam modifikasi gigi.
Mulut dan gigi sebagai gerbang awal masuknya beragam makanan dan minuman ke dalam badan, maka mulut dan gigi juga merekam beragam konsekuensinya. Banyak penyakit/ trauma terekam pada gigi. Gigi juga merekam dinamika diet manusia. Konon karies gigi pada manusia makin intensif saat manusia mulai hidup bertani. Mulai masa itu cadangan bahan pangan karbohidrat makin melimpah, diet manusia purba yang awalnya didominasi subsisten protein hewani dan nabati liar, makin bergeser ke menu utama karbo hidrat (jagung, gandum, padi dlsb.). Gigi juga merekam individu empunya yang pernah mengalami kurang gizi/ malnutrisi atau hidup saat resesi.
Gigi dan mulut menyediakan bukti karakteristik-karakteristik morfologis dan struktur gigi, DNA dan rigi / sidik kulit yang merupakan data primer dalam identifikasi forensik saat ini, dan sekaligus dapat menyediakan data sekundernya. Data primer itu data individuasi, di mana tidak ada satu pun individu di bumi ini sama. DNA yang relatif terlindungi dari kontaminan lingkungan luar ada dalam gigi. Dalam badan manusia ada enam rigi / sidik kulit, antara lain sidik jari, sidik telapak tangan, sidik jari kaki, sidik telapak kaki, sidik palatum dan sidik bibir. Dua sidik kulit terakhir ini terdapat pada organ mulut. Sidik palatum atau langit-langit mulut merupakan sidik kulit yang paling terlindungi. Sayangnya sidik palatum belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena banyak negara – termasuk Indonesia – tidak merekam sidik itu untuk data identitas kependudukan warganya dengan beragam alasan. Sidik bibir sama dengan sidik palatum yakni belum menjadi data identitas kependudukan warga banyak negara.
Identifikasi odontologi forensik terhadap korban tidak dikenal makin menunjukkan kemajuan luar biasa seiring dengan perkembangan teknik-teknik baru dalam identifikasi forensik. Berkat kemajuan teknologi perangkat elektronik, internet, CCTV dan media sosial, semakin umum tersedia jenis foto-foto close up wajah dan selfie yang memperlihatkan deretan gigi anterior dan sidik bibir. Data antemortem (saat masih hidup) ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi garis senyum dan alur-alur labial serta superimposisi foto deretan gigi terhadap data posmortem (sesudah mati)-nya. Teknik analisis ini dikalaim lebih murah, cepat dan mudah, serta memberikan hasil yang sangat andal.
Jauhkan gigimu dari para paleoantropolog dan antropolog biologis! Mereka suka obok-obok aparatus gigi dan mulut untuk mengorek informasi tentang si empunya. Mereka senantiasa pingin tahu riwayat gigi seorang individu, dari manusia purba, manusia kuno dan manusia saat ini.
Oleh : Rusyad Adi Suriyanto, M.Hum.
Recent Comments