Paleontologi sering disebut sebagai disiplin dalam geologi yang berkonsentrasi dengan temuan-temuan sisa-sisa organisme dari masa lampau. Temuan itu juga sering dirujukkan sebagai fosil. Bukti paleontologis tidak melulu fosil, namun bisa merujuk kepada jejak dan bekas. Fosil biasanya meliputi sisa-sisa jaringan keras, yakni geligi, belulang, cangkang, plastron dan karapas. Jejak dapat berupa cetakan-cetakan kaki hewan, jalur-jalur melata reptil dst. Bekas dapat berupa feses-feses hewan, rekaman cakaran pada sisa-sisa tulang dst. Fosil pun dapat berupa serangga yang terjebak dalam getah atau ambar. Dari flora, dapat berupa fosil kayu, fosil daun yang terekam dalam batuan, yang oleh proses geologis, mengalami pembusukkan, yang tertinggal hanya cetakannya – pembatuan. Jadi selulosanya telah tergantikan oleh silika.
Podiatri berakar dari bahasa Yunani, yakni pous, pod = kaki, dan iatros = dokter. Jadi podiatri itu cabang dari ilmu kedokteran yang berkonsentrasi pada pengetahuan, diagnosis dan terapi tungkai dan kaki. Dalam tulisan sangat singkat ini, yang saya maksudkan sebagai podiatri ini merujuk kepada anatomi dan fisiologi kaki hominid, termasuk dalam hubungannya dengan persendian dan tungkainya. Bahkan kadangkala juga dikaitkan dengan tulang belakang dan sistem rangkanya.
Podiatri ini telah mendapat tempat istimewa dalam kajian evolusi manusia dalam kaitannya dengan temuan-temuan fosil dari sisa-sisa ekstremitas hominid dalam lapisan-lapisan Pleistosen atau sebelumnya yang memperlihatkan adanya perbedaan-perbedaan anatomisnya yang makin samar seturut perjalanan waktu kemari. Podiatri telah berkontribusi dalam paleoantropologi, yakni berperan memberikan perspektif yang lebih luas dalam penelitian sisa-sisa hayat hominid sampai manusia arkeologis yang mengkosentrasikan pada anatomi dan aktivitas tungkai dan kakinya. Sejauh ini temuan-temuannya makin melimpah, termasuk di Indonesia, yang dapat meliputi tulang-tulang tungkai dan kaki, bahkan jejak-jejak kakinya. Pada bulan Agustus 1891, Marie Eugène François Thomas Dubois telah menemukan gigi molar isolatif yang masih diragukan sebagai hominid dalam suatu ekskavasi di Trinil, Ngawi, Jawa Timur. Dua bulan kemudian, satu meter dari tempat temuan tersebut telah ditemukan atap tengkorak, fosil yang akan dikenal sebagai Pithecanthropus. Pada bulan Agustus 1892 ditemukan fosil ketiga yang berupa tulang paha kiri hampir lengkap, berjarak sekitar 10 – 15 meter dari temuan tersebut. Beliau telah menerbitkan sebuah deskripsi dari temuan-temuan fosil itu, dan memberi nama taksonomis Pithecanthropus erectus (“manusia kera yang berjalan tegak”) pada tahun 1894. Publikasi ini menggemparkan jagat ilmu pengetahuan waktu itu karena personifikasinya tidak menggambarkan sebagai kera atau manusia, tetapi sebagai suatu makhluk antara. Seketika itu pula reaksi-reaksi merebak luas di antara para ilmuwan khususnya Eropa, dan Eugène Dubois tetap dengan pendirian awalnya itu. Peristiwa ini telah mendudukkan Indonesia dalam paleoantropologi dunia melonjak hebat. Dalam masa Klasik dan Islam di Nusantara disinyalir beberapa raja atau penguasanya telah menapakkan cap kakinya ke suatu media sebagai tanda untuk suatu tujuan kekuasaan atau titahnya dalam beragam temuan atau situs arkeologis.
Ngobrol tentang gigi tentu banyak orang tahu, namun juga banyak yang tidak paham dalam beberapa aspeknya. Saat kita anak-anak sering mendengar himbauan dari ibu kita: “Jangan lupa sikat gigi jelang tidur, ya Nak?” Saat itu ada di antara kita yang antuasias dengan dongeng Peri Gigi. Saat itu ada di antara kita tersipu malu karena diledek punya gigi kelinci. Saat itu ada pula di antara kita yang pernah melempar gigi tanggalnya ke atas genting rumahnya.
Gigi adalah material biologis yang paling kuat dan awet pada badan kita karena terlapis atau terlindungi oleh email. Dengan ungkapan lain email gigi merupakan lapisan sangat keras dan paling luar gigi yang melindungi bagian-bagian lain di lapisan lebih dalamnya. Email adalah pertahanan pertama dan utama gigi terhadap zat-zat yang dapat merusaknya, seperti asam dari makanan dan minuman, kuman dan bakteri. Di sisi lain gigi dan mulut bukan hanya organ anatomis-biologis, namun juga boleh dianggap sebagai organ sosio-kultural. Tak heran jika banyak orang – dari zaman kuno sampai saat ini – memodifikasinya (dan menghiasinya) untuk beragam tujuan. Ada bibir digincu. Ada bibir dan lidah ditindik. Ada gigi dihias berlian atau beragam batu mulia. Ada gigi diwarna kehitaman. Ada gigi diruncingkan seperti gigi hewan reptil, ditajamkan seperti bilah pisau, diukir seperti bentuk bunga, dipatahkan bahkan dicabut. Organ gigi dan mulut menjadi makin semarak dalam praktek kebudayaan.
Identifikasi adalah menentukan identitas individu – baik yang sudah mati maupun masih hidup – berdasarkan karakteristik-karakteristik profil biologis pada individu tersebut. Di sini identifikasi forensik merupakan upaya yang dikerjakan oleh para ahli forensik yang bertujuan membantu para penyidik dalam menentukan identitas individu untuk proses hukum. Beragam disiplin ilmu forensik dapat menyumbangkan teori dan metodenya untuk penyelidikan secara holistik identifikasi forensik. Semakin multidisiplin dan interdisiplin yang terlibat dalam upaya identifikasi forensik terhadap jenazah yang tidak dikenal – apalagi yang sudah dalam kondisi dekomposisi lanjut (membusuk), bahkan skelonisasi (hanya berupa jaringan keras: rangka, tulang-tulang dan gigi-geligi) – maka semakin tinggi potensi untuk mengenali identitas jenazah tersebut.
Serangkaian kunjungan pelajar Sekolah Menengah Atas dari beberapa daerah di luar Yogyakarta ke Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM diterima di Museum Bioantropologi & Paleoantropologi pada periode bulan Februari 2020. Diantaranya adalah siswa-siswi SMAN 1 Kroya, Jawa Tengah (4 Februari 2020), SMAN 1 Lohbener, Jawa Barat (18 Februari 2020), SMAN 1 Kota Serang, Banten (20 Februari 2020), dan SMAN 2 Klaten, Jawa Tengah (25 Februari 2020).
Kunjungan tersebut merupakan rangkaian kunjungan pelajar SMA ke Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada. Siswa dipandu oleh staf Lab. Bio- & Paleoantropologi mendapat penjelasan dan tanya jawab tentang evolusi binatang, manusia, dan alam semesta di Ruang Pamer Museum Bioantropologi & Paleoantropologi FKKMK UGM.
Bulan Maret 2020 berturut-turut tanggal 10 dan 11, Museum Bioantropologi & Paleoantropologi menerima kunjungan mahasiswa Departemen Bahasa, Seni, dan Manajemen Budaya, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada. Sekitar 70 mahasiswa terbagi dalam dua sesi mengunjungi Museum Bio- & Paleoantropologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada.
Mahasiswa dari Program Studi D4 Pengelolaan Arsip dan Rekaman Informasi melakukan kunjungan dalam rangka melengkapi tugas lapangan Mata Kuliah Kebudayaan Indonesia. Kunjungan didahului dengan ceramah tentang sejarah peninggalan fosil binatang dan manusia serta alat budaya (artefak) yang disampaikan oleh Rusyad A Suriyanto, MHum, dilanjutkan dengan pengamatan dan tanya jawab tentang koleksi fosil dan alat budaya di ruang display museum.
Jauh dari Sulawesi Utara, sekitar 70 mahasiswa dan dosen Fakultas Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Gorontalo, Jurusan Biologi mengunjungi Museum Bioantropologi & Paleoantropologi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM pada tanggal 11 Maret 2020.
Kunjungan ini dilakukan dalam rangka studi banding dan pendalaman pengetahuan evolusi alam semesta dan makhluk hidup. Kunjungan diawali dengan ceramah di kelas tentang evolusi bumi, binatang, dan manusia yang disampaikan oleh Rusyad A Suriyanto, MHum, dilanjutkan dengan penjelasan dan pengamatan tentang koleksi fosil di ruang display museum.