Identifikasi adalah menentukan identitas individu – baik yang sudah mati maupun masih hidup – berdasarkan karakteristik-karakteristik profil biologis pada individu tersebut. Di sini identifikasi forensik merupakan upaya yang dikerjakan oleh para ahli forensik yang bertujuan membantu para penyidik dalam menentukan identitas individu untuk proses hukum. Beragam disiplin ilmu forensik dapat menyumbangkan teori dan metodenya untuk penyelidikan secara holistik identifikasi forensik. Semakin multidisiplin dan interdisiplin yang terlibat dalam upaya identifikasi forensik terhadap jenazah yang tidak dikenal – apalagi yang sudah dalam kondisi dekomposisi lanjut (membusuk), bahkan skelonisasi (hanya berupa jaringan keras: rangka, tulang-tulang dan gigi-geligi) – maka semakin tinggi potensi untuk mengenali identitas jenazah tersebut.
Penelitian Paleoantropologi
Penelitian dan ekskavasi untuk melacak jejak migrasi dan permukiman Austronesia di situs Plawangan telah berlangsung beberapa periode yang lalu, yang dimulai sekitar awal tahun 1980-an. Beberapa temuan manusia Plawangan Neolitik itu tersimpan di Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Penelitian yang belakangan sekitar empat periode, yang dimulai pada tahun 2014 telah menghasilkan beberapa temuan manusia beserta asosiasi budaya dan lingkungannya yang membentang dari pesisir Binangun sampai Plawangan, dari Kecamatan Sluke sampai Kragan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pada periode tahun 2016, ekskavasi di Plawangan membuka tiga kotak ekskavasi di beberapa kawasannya. Kotak 2 telah menemukan satu individu laki-laki dewasa, satu individu laki-laki remaja awal dan dua anak-anak. Dua individu pertama tidak diangkat untuk penelitian lebih lanjut di Gedung Artefak Arkeologi, Plawangan, Kragan, Rembang. Sengaja dua individu yang relatif utuh dalam konteksnya itu ditimbun lagi dengan teknik konservasi arkeologis untuk tujuan casting in situ.
Seorang staf Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Rusyad Adi Suriyanto, diminta bantuan sebagai tenaga ahli di bidang paleoantropologi dan paleozoologi oleh Departemen Antropologi Universitas Airlangga untuk ekskavasi dan memberikan pelatihan keterampilan lapangan paleoantropologis bagi para mahasiswanya. Ekskavasi itu merupakan aktivitas kelanjutan ekskavasi tahun-tahun sebelumnya. Aktivitas itu juga mengemban tugas untuk pengembangan bidang paleoantropologinya secara terpadu, dari pemahaman teoretis ke praktek lapangan. Ekskavasi itu dikerjakan di sebuah gua di wilayah Kademangan, Blitar, Jawa Timur. Berdasarkan temuan-temuan sebelumnya, gua itu diduga sebagai hunian manusia awal Holosen di bentang selatan Jawa. Kerja lapangan ini berlangsung pada 13 – 20 November 2016. Ekskavasi yang dikerjakan multi dan interdisipliner itu melibatkan tenaga ahli paleoantropologi, paleozoologi, paleontologi, geoarkeologi dan bioarkeologi.
Staf Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi Fakultas Kedokteran UGM, Rusyad Adi Suriyanto, menjadi tenaga ahli untuk paleoantropologi dan bioarkeologi sebagai anggota penelitian “Pola Permukiman Prasejarah Pantai Utara Jawa“. Penelitian ini merupakan projek dan dikerjakan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta. Penelitian ini meliputi survei, ekskavasi dan pemetaan yang berlokasi di situs Plawangan, Plawangan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah. Penelitian ini adalah penelitian lanjutan sejak temuan sisa-sisa manusia tembikar dari masa Neolitik yang dikerjakan oleh Puslit Arkenas dan Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi sekitar tahun 1980-an. Penelitian yang kemudian baru dikerjakan lagi sekitar tahun 2012 yang lalu.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan survei lapangan dan mengumpulkan data berkaitan dengan keberadaan populasi pygmoid di masa lalu di kawasan Flores, khususnya di Manggarai Raya (Manggarai Barat, Manggarai dan Manggarai Timur). Penelitiannya berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah pernah dilakukan di Flores yang menghasilkan temuan Homo floresiensis. Metode yang digunakan adalah mengumpulkan data foklore, yakni cerita-cerita masyarakat lokal, yang diceritakan dari generasi ke generasi, tentang sosok orang kerdil (pygmoid) dalam etnohistorisnya. Deep interview dalam pendekatan etnografis sebagai perangkat penelitian itu berhasil mngumpulkan beragam cerita keberadaan mereka dalam beragam versi oleh beragam informan. Dari cerita yang terkumpul itu ada benang merah yang jelas, yakni sosok Ngiung, yang digambarkan sebagai makhluk atau sosok berbadan kecil dan pendek, berbulu lebat, hidup berkelompok dan bersembunyi di hutan, cenderung menghindar dari manusia dan seringkali berkonflik dengan penduduk desa karena kebiasaannya yang mencuri bahan pangannya.
Recent Comments