Narsis di media sosial itu bukan sesuatu yang sia-sia atau mubazir
Sekarang ahli antropologi forensik dapat mengidentifikasi wajah seseorang yang diduga sebagai korban tidak dikenal berdasarkan foto-fotonya yang pernah diposkan di beragam media sosialnya.
Senyum yang ditangkap dalam sebuah foto dapat membantu identifikasi seorang almarhum atau jenazah tidak dikenal. Metode ini telah ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh María Inmaculada Alemán Aguilera – seorang profesor antropologi ragawi/ biologis di Universitas Granada Spanyol – dan dua ahli antropologi forensik Polandia, Melania Mazur dan Katarzyna Górka. Ketiga perempuan tersebut telah mempublikasikan temuan mereka di jurnal Forensic Science International volume 335, pada Juni 2022 dengan judul:
“Smile photograph analysis and its connection with focal length as one of identification methods in forensic anthropology and odontology”.
Publikasi penelitian itu diwartakan dalam El País edisi bahasa Inggris pada 6 Oktober 2022 dengan judul:
“How can a smile help identify the deceased? Forensic anthropologists can now identify faces based on photos posted on social media.”
Foto seseorang yang tersenyum memungkinkan orang tersebut untuk diidentifikasi saat yang bersangkutan meninggal dalam suatu kondisi di mana tidak ada akses ke database sidik jari/ dermatoglifi, catatan gigi/ odontogram dan profil DNA-nya, atau boleh dikatakan tidak tersedia data primernya. Senyum itu penting, karena aktivitas ini memperlihatkan gigi-geligi seri dan taring (gigi-geligi anterior), yang keduanya penting untuk mengidentifikasi orang yang sudah meninggal.
Garis tepi labial oklusal gigi-geligi seri atas dan taring dalam sebuah foto memungkinkan para ahli forensik untuk membandingkan garis insisal pada gigi-geligi anterior jenazah-jenazah yang sudah mengalami dekomposisi lanjut atau skelonisasi. Metode identifikasi ini telah dipraktikkan dengan hasil yang relatif sangat baik, walaupun dalam kondisi yang relatif sangat sulit: selama dua tahun terakhir, metode ini telah membantu mengidentifikasi setidaknya selusin jenazah migran yang tenggelam di Laut Mediterania dalam perjalanan ke Eropa. Ketidakmungkinan mengakses database medis atau kepolisian di banyak negara berkembang berarti diperlukan metode identifikasi alternatif.
Karya ahli antropologi forensik, dalam beberapa tahun terakhir, sangat berfokus pada upaya penemuan beragam metode identifikasi alternatif. Minat ini berkisar pada studi tentang jenazah-jenazah yang sulit diidentifikasi, baik karena sudah relatif lama meninggal, atau karena ditemukan dalam konteks yang relatif sulit, seperti jenazah-jenazah sebagai korban dalam kediktatoran, atau di sepanjang jalur migrasi.
Salah seorang penelitinya Alemán telah bekerja dengan beragam mummi Mesir, ekskavasi Perang Saudara Spanyol, dan kuburan massal para migran tak dikenal. Dia berujar: “Jenis identifikasi ini selalu membutuhkan pembanding dan metode perbandingannya. Kami selalu membutuhkan sesuatu (data) dari sebelum dan sesudah kematian.” Data antemortem (sebelum kematian) yang paling andal dan umum itu catatan atau rekam medis gigi/ odontogram, rekam sidik jari/ dermatoglifik atau profil DNA. Lebih lanjut dia berujar: “Tapi data ini tidak selalu tersedia. Selain itu, dalam banyak kasus, database ini bahkan tidak ada di negara-negara asal para migran yang meninggal selama pengungsiannya.”
Oleh : Rusyad Adi Suriyanto, M.Hum.