• Pusat IT
  • Tentang UGM
  • FKKMK UGM
Universitas Gadjah Mada Laboratorium Bio- & Paleoantropologi
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
  • Beranda
  • Tentang Kami
    • Sejarah
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Kontak
  • Koleksi Fosil
    • Manusia Purba
    • Avertebrata
    • Vertebrata
    • Tumbuhan
    • Tulang Sub-Recent
    • Artefak
  • Museum
    • Koleksi & Galeri
    • Kunjungan
  • Kegiatan
    • Perkuliahan
    • Penelitian Bioantropologi
    • Penelitian Paleoantropologi
    • Penelitian Mahasiswa
    • Pengabdian Masyarakat
    • Seminar
    • Artikel
  • Layanan
    • Kerjasama Penelitian
    • Akses Repositori Fosil
    • Akses Penelitian Fosil
    • Akses Perpustakaan
    • Peminjaman Alat Penelitian
    • Kursus/Pelatihan
  • Beranda
  • Kegiatan
  • Artikel
  • Catatan untuk memperingati Hari Purbakala 14 Juni 2025: Paradoks Fosil Manusia Purba dan Pandangan Prof. T. Jacob

Catatan untuk memperingati Hari Purbakala 14 Juni 2025: Paradoks Fosil Manusia Purba dan Pandangan Prof. T. Jacob

  • Artikel
  • 14 June 2025, 13.34
  • Oleh: janatin.hastuti
  • 0

Sayang sekali bahwa temuan-temuan fosil manusia purba seringkali memunculkan paradoks; yakni negara-negara yang kaya situs dan fosil manusia purba seringkali adalah negara-negara yang miskin sumber daya ilmuwan, metode dan teknik penunjang penelitian lapangan dan laboratoriumnya, sebaliknya negara-negara yang kaya sumber daya ilmuwan, metode dan teknologi penunjang penelitian lapangan dan laboratorium umumnya adalah negara-negara yang miskin situs dan fosil manusia purba. Teman dari USA Tattersall & Schwartz (2002) telah mengingatkan kepada para penemu atau peneliti awal yang umumnya dari negaranegara pertama disebut itu bahwa setelah pendeskripsian dan nama spesies temuantemuannya telah dipublikasikan, adalah penting bahwa fosil-fosil asli yang bersangkutan akan tersedia bagi komunitas ilmiah untuk dapat mengaksesnya dan melakukan diagnosis komparatif dengan temuan fosil-fosil lainnya. Dengan berpijak pada argumentasi hakikat ilmu pengetahuan dan penyebaran informasi ilmiah, maka nasehat itu tentu dapat menghadirkan kemanfaatan yang besar khususnya bagi negera-negara yang kedua tersebut, walaupun mereka selalu berlindung di balik dinding tebal demi penyebarluasan ilmu pengetahuan dan pemahaman peradaban manusia. Bagaimana dengan negara-negara yang pertama tersebut? Di sini harus ada kejujuran dan kearifan untuk negara-negara yang kedua itu agar ikut memberikan perhatian yang serius demi keadilan akses dan informasi ilmiah, misalkan dengan mengusahakan beberapa spesimen replika resmi dari berbagai situs di luar negaranya, memberikan pelatihan kepada para teknisinya, membantu mengupayakan dan pengembangan beberapa peralatan laboratorium dan lapangan, mengupayakan terus-menerus soft ware untuk 3D virtual reconstruction, mengundang para ilmuwannya untuk mengunjungi beberapa institusinya untuk melihat, membandingkan dan mempelajarinya, ikut mensponsori kegiatan ilmiah secara berkala atas temuan-temuannya di negeri tempat ditemukannya, membantu mengusahakan beberapa jurnal dan buku secara rutin, membantu konservasi koleksi-koleksi museumnya, dan seterusnya. Jangan sampai terjadi seperti pepatah: “habis manis, sepah dibuang”.

Prof. T. Jacob (1998) pernah menegaskan:

“Sumber daya ilmiah haruslah diperlakukan sebagai sumber-sumber daya lain, misalnya situs pertambangan, perhutanan, terumbu karang, dan sebagainya. Sumber daya ilmiah juga merupakan kekayaan bangsa dan negara, jadi menjadi kewajiban warga dan negara untuk memelihara dan memanfaatkannya. Pemanfaatan ini, seperti sumber-sumber daya yang lain dan di negeri-negeri lain, pertama-tama adalah bangsa itu sendiri, baru kemudian untuk bangsa dan negara lain. Dalam hal sumber daya ilmiah manfaat terutama harus dikecap oleh ahli-ahli sendiri, kemudian khalayak ramai bangsa sendiri, baru sesudah itu untuk ahli-ahli lain dan rakyat negara lain.”

Prof. T. Jacob (1998) melanjutkan penegasannya:

“Dalam menyusun potensi ilmiah kita dan mengelola sumber daya ilmiah kita, kita harus mempunyai kebijakan ilmiah (science policy) yang tegas, yang tidak merugikan bangsa dan tidak juga merugikan ilmu pengetahuan. ……. Dalam hal kebijakan tentang potensi sumber daya paleoantropologi, kebijakan ilmiah harus memperhatikan fosil sebagai bahan primer yang takterjual-belikan (bukan komoditas), harta bangsa yang diwariskan nenek moyang dan alam tanah air, pendidikan angkatan muda tentang sejarah awal manusia di negerinya, pilihan apa yang dapat dipertukarkan dengan pusat-pusat ilmiah di luar negeri, dan apa yang tersimpan di pusat dan tersebar, di lembaga ilmiah dan lembaga umum (awam), etika dalam penelitian, dan sikap bangsa tentang ilmu pengetahuan dalam globalisma”.

Namun sebenarnya, jauh sebelum itu, Prof. T. Jacob (1983) telah mengingatkan: “….. Situs paleoanthropologis adalah sumber ilmu; dari dalamnya dapat kita gali berbagai informasi tentang masa lampau manusia. Situs juga adalah sumber nasional seperti, misalnya tambang, ladang, hutan dsb. Dari sumber ini diperoleh berbagai informasi yang memperkaya kebudayaan nasional, meningkatkan warga negara kita dari segi ilmiah dan kepribadian. Sumber ini tak terbaharui, sekali digali, ia tidak utuh lagi dan tak dapat dikembalikan lagi seperti aslinya.

Perusakan situs adalah perusakan sumber ilmiah, dan kehilangan temuan yang disebabkannya merupakan kehilangan kekayaan nasional. Memberi hak exploatasi kepada bukan warga negara sama saja dengan melakukan hal yang sama terhadap sumber alam yang lain, yang hanya dilakukan kalau kita tidak sanggup melakukannya sendiri. Negeri-negeri maju juga memprioritaskan sumbernya bagi warga negaranya sendiri. Membiarkan yang tidak ahli mengexploatasinya akan sama ruginya dengan melakukan hal serupa terhadap sumber alam yang lain. Hasil-hasil yang diperoleh dari penggalian sumber tersebut harus disimpan di dalam negeri dan dipelihara sebaik-baiknya. Jika tidak disimpan di dalam negeri, maka warga negera kita sendiri harus pergi jauh untuk mempelajari sesuatu tentang dirinya sendiri; mungkin hal ini menarik, tetapi mahal dan hanya dapat dilakukan secara terbatas. Akibatnya sama dengan menggantungkan kebutuhan sehari-hari kita pada negeri yang jauh. Jika sumber tidak dipelihara sebaik-baiknya, berarti kita belum matang mengurus diri sendiri, sehingga seharusnya kita menyerahkannya pada negara lain, termasuk pengurusan negara kita. Dengan perkataan lain kita belum dewasa untuk memikul tanggung jawab kemerdekaan bangsa kita.

Negeri yang banyak situs purbakalanya memang mempunyai peraturan-peraturan tentang perlindungan situs, temuan, penelitian dan penyelidikan, studi temuan dsb. Jika negeri itu tidak melindungi situs dan temuannya, maka pada suatu waktu ia pasti akan menyesal, karena ketika tenaganya sendiri sudah mencukupi dan rakyat sudah membutuhkan kebudayaan sebagai makanan sehari-hari, ia baru sadar bahwa temuan-temuannya yang berharga sebagian besar tersimpan di luar negeri, dan situs yang masih tersisa sangat sedikit atau tidak produktif lagi. Sebagai contohnya dapat disebut Peru”.

Indonesia sebagai negara kaya situs dan temuan fosil manusia purba yang penting untuk pemahaman evolusi manusia tentu tidak ingin mengalami penjajahan dalam penelitian paleoantropologisnya walaupun fasilitas laboratoriumnya masih tertinggal oleh negara-negara maju yang kaya sumber daya ilmuwan, metode dan teknik penunjang penelitian lapangan dan fasilitas laboratoriumnya namun miskin fosil manusia purba itu.

 

Oleh : Rusyad Adi Suriyanto, M.Hum.

Tags: haripurbakala2025 musem

Recent Posts

  • Catatan untuk memperingati Hari Purbakala 14 Juni 2025: Paradoks Fosil Manusia Purba dan Pandangan Prof. T. Jacob
  • KIR PAD (Karya Ilmiah Remaja Padmanaba) Memperluas Wawasan Sains Lewat Field Trip ke Museum Bio dan Paleoantropologi dan Museum Anatomi FKKMK-UGM
  • Merangkai Ilmu, Budaya, dan Sejarah: Museum Bio dan Paleoantropologi Jadi Penutup Berkesan 15th ASEAN Medical Deans’ Summit (AMDS) 2025
  • Visualisasi Ilmu Kedokteran dan Evolusi Manusia bagi Siswa SMA di Museum Bio-Paleoantropologi FK-KMK UGM
  • Kunjungan Fellowship FRIENDSHIP (FAIMER Regional Institute of Indonesia For Educational Development and Leadership) ke Museum Bio- Paleoantropologi
Universitas Gadjah Mada

LABORATORIUM BIO- & PALEOANTROPOLOGI
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat & Keperawatan

Universitas Gadjah Mada
Jl. Medika,  Sekip, Sleman, Yogyakarta 55281, Indonesia
Email          : lab-biopaleo.fk@ugm.ac.id
Telp. / fax  : +62-0274-552577

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju