
Museum dan Laboratorium Bio-Paleoantropologi FKKMK Unversitas Gadjah Mada mendapatkan penghargaan atas kontribusinya dalam pameran internasional “Indonesia, The Oldest Civilization on Earth? 130 Years After Pithecanthropus erectus” yang digelar di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, sejak 20 Desember 2024 hingga 20 April 2025.
Penghargaan ini diberikan atas keberhasilan museum dalam menghadirkan koleksi fosil langka dan bernilai tinggi yang memperkaya pameran, termasuk artefak dari situs penting seperti Sangiran dan Trinil. Salah satu koleksi dari Museum dan Laboratorium Bio-Paleoantropologi FKKMK Unversitas Gadjah Mada adalah tulang kering (tibia) Homo erectus Ngandung.
Pameran ini memperingati 130 tahun penemuan fosil Pithecanthropus erectus oleh Eugène Dubois di Trinil, Jawa Timur, pada 1894. Mengusung semangat reflektif dan edukatif, pameran tersebut menampilkan lebih dari 20 koleksi istimewa dari berbagai institusi ternama, termasuk tengkorak Homo erectus S-17—tengkorak manusia purba paling lengkap yang untuk pertama kalinya diperlihatkan kepada publik pengunjung dan diajak menyelami jejak awal kehidupan manusia di Nusantara.
Kegiatan pameran ini diselenggarakan tidak hanya sekadar penghormatan sejarah namun pameran ini menjadi ajakan untuk merefleksikan kembali peran besar Indonesia dalam peta evolusi manusia namun juga menegaskan peran penting dalam pelestarian warisan prasejarah dan edukasi publik mengenai sejarah panjang peradaban manusia. Hal ini sejalan dengan prinsip Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya: SDG 4: Quality Education.
Penghargaan ini menjadi bukti nyata dedikasi Museum dan Laboratorium Bio-Paleoantropologi FKKMK Unversitas Gadjah Mada dalam memajukan ilmu pengetahuan dan pelestarian warisan budaya prasejarah. Diharapkan, pencapaian ini menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk mengenal dan mencintai sejarah bangsanya, serta mendorong semangat penelitian di bidang paleontologi, arkeologi dan geologi.
Selama pameran ini berlangsung sudah tercatat lebih dari 12.000 pengunjung yang hadir. Antusiasme masyarakat menunjukkan tingginya ketertarikan publik terhadap sejarah purba Indonesia.