Hari Darwin Internasional 12 Februari 2025

Jika kita perhatikan secara historis, maka teori-teori evolusi itu seperti dasar pemikirannya, yakni berubah dan bervariasi. Jadi, mereka mengalami evolusi juga. Dimulai dari Anaximander (Anaximandros) (611 – 547 Sebelum Tarikh Masehi (STM)) sebagai anak didik Thales (640 – 540 STM) di Yunani yang mengajukan pendapatnya tentang asal-usul kehidupan darat. Dalam suatu kurun di masa lampau, bumi ini diselimuti oleh laut. Lambat-laun laut menyusut, maka terbentang beberapa daratan. Hewan-hewan dan tetumbuhan laut yang terjebak di daratan berupaya menyesuaikan diri untuk bertahan hidup di darat. Itulah mulainya kehidupan darat di bumi. Pemikiran ini terus berlanjut merentang waktu sampai ke Aristoteles (384 – 323 STM). Ilmuwan dan sastrawan Irak, Al Jahiz (Abu Amr Usman bin Bahr al-Kinani al- Fuqaimi al-Bashri, 781 – 869 M) melanjutkan pemikiran Aristoteles dengan menulis semacam buku ensklopedia hewan. Beberapa ilmuwan meragukan sebagai karya otentiknya, menuduhnya sebagai plagiasi atas karya Aristoteles. Beberapa ilmuwan membela dan menangkis keraguan itu, bahwa wajarlah apa yang dikerjakannya itu, karena Al Jahiz adalah perilmu yang tekun, yang membaca dan mempelajari karya-karya filsafat dan pemikiran dari para filosof Yunani, termasuk Aristoteles, jadi semacam referensi yang mempengaruhi pemikirannya. Inti pemikiran Al Jahiz menyebutkan bahwa lingkungan itu mempengaruhi kelangsungan hidup organisme, mereka yang mampu bertahan akan meneruskan kemampuan itu kepada generasinya. Berikutnya Ibnu Miskawaih (932 – 1030 M) menyodorkan pemikirannya tentang proses perubahan mineral ke evolusi organisme. Miskawaih menerangkan bahwa mineral-mineral bumi karena panas matahari akan menguap, dan membentuk uap-uap air, lalu terjadilah hujan. Hujan itulah yang menghidupkan mineral-mineral menjadi organisme-organisme. read more